Yogyakarta, 12 Februari 2010; 4.05 PM
Seorang ibu tua yang biasa dipanggil Ibu Nani tergolek tak berdaya di ranjang rumah sakit. Tangannya menggenggam lemah bunga mawar kering yang telah berusia 30 tahun.
Ibu Nani tahu tidak lama lagi ajal akan menjemput, tapi hatinya memberontak. Ibu tua itu tidak ingin meninggalkan dunia, sebelum menatap anak laki-laki kesayangannya, Lintang untuk terakhir kali. Kehadiran dua anak perempuannya yang begitu setia menemani seakan tidak berarti banyak.
Entah mengapa Ibu Nani begitu mencintai anak laki-laki satu-satunya itu. Mungkin karena wajah Lintang sangat mirip dengan mendiang suaminya. Mungkin juga karena senyum malu-malu khas Lintang selalu membangkitkan bayangan senyuman malu-malu mendiang suaminya ketika mereka pertama kali bertemu.
———
Jepang, 12 Februari 2010; 6.15 PM
Keheningan pecah oleh suara dering telepon genggam. Seorang pria muda berusia kurang lebih 26 tahun bernama Lintang mengangkat telepon itu dan kemudian tertunduk lesu. Ia menatap lekat-lekat foto seorang ibu tua di atas meja kerja. Rasa sesal menggelayut di dada. Ibu tersayang telah pergi meninggalkan dunia tanpa sempat bertatap muka atau pun meninggalkan pesan pada dirinya. Itulah harga dari pilihan yang telah ia buat, pilihan untuk memiliki masa depan yang cerah sebagai seorang ilmuwan di negeri orang.
———
Jepang, 12 Februari 2010; 6.30 PM
Lintang itu melangkah dengan mantap memasuki sebuah ruang luas yang penuh barang penelitian. Ia memberikan sebuah formulir pada profesor atasannya. Setelah menanyakan beberapa pertanyaan, profesor mengangguk setuju.
———
Jepang, 12 Februari 2010; 8.00 PM
Sebuah mesin raksasa dinyalakan. Beberapa tombol ditekan. Di monitor tampak tertulis tanggal dan jam tujuan yaitu 12 Februari 2010, 1.00 PM. Lintang dengan mantap melangkahkan kaki memasuki mesin raksasa sambil membawa sebuket bunga dan sekeranjang buah persik. Pintu mesin ditutup. Tombol sekali lagi ditekan.
———
Yogyakarta, 12 Februari 1980, 3.00 PM
Seakan-akan datang dari langit, Lintang terjatuh ke tanah. Baju yang dikenakan Lintang tersobek-sobek. Bunga dan dan keranjang buah yang digenggamnya berubah jadi abu. Apa yang telah terjadi? Terdengar suara profesor dari jam komunikator yang dikenakan Lintang. Ternyata uji coba itu gagal. Mesin waktu belum bisa berfungsi dengan benar. Profesor berjanji hanya butuh beberapa menit untuk memperbaiki mesin itu dan mengembalikan Lintang ke tahun 2010.
Lintang memandang ke sekeliling taman tempatnya terjatuh. Tiba-tiba seorang wanita muda yang menggunakan baju pengantin berlari menangis. Ia terjatuh di dekat semak mawar dan terus menangis terisak-isak. Ia memetik setangkai mawar, dan hendak menggoreskan duri pada pergelangan tangannya.
Dengan sigap Lintang melompat ke arah wanita muda itu dan merampas mawar dari tangannya. Betapa terkejut Lintang ketika melihat wajah wanita muda itu. Wajahnya mirip sekali dengan wajah ibunya di foto-foto lama. Lintang tersadar itu adalah ibunya, Ibu Nani di masa muda. Lintang memeluk dan menenangkan histeria wanita yang akan menjadi ibunya 30 tahun mendatang itu.
Menggunakan pisau lipat yang tersimpan di sakunya, Lintang memotong duri-duri di tangkai mawar. Dengan lembut Lintang memberikan bunga mawar yang sekarang tak berduri itu pada Ibu Nani muda sambil berbisik, “I Love You melebih apa pun yang ada di dunia ini.”
Ibu Nani muda tertegun. Tiba-tiba rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya. Dalam sekejab luka di hati Ibu Nani muda sembuh berganti rasa cinta yang hangat. Ibu Nani muda menatap lekat wajah Lintang yang salah tingkah dan hanya bisa tersenyum dengan senyum malu-malu khasnya.
Tiba-tiba alarm di jam komunikator Lintang berbunyi. Setelah sekali lagi membisikkan kata I Love You, Lintang berlari dan bersembunyi di balik pohon. Tiga… dua… satu… Lintang menghilang.
———
Yogyakarta, 12 Februari 2011; 3.00 PM
Sebuah pesawat mendarat di bandara Adi Sucipto. Dengan membawa setangkai mawar, Lintang menuruni tangga pesawat, dan segera melaju mengunjungi makam ibunya tercinta.
Lintang meletakkan setangkai bunga mawar itu di atas pusara Ibu Nani sambil berbisik, “I Love You Ibu.”
Leave a comment