Pada suatu masa di negeri yang dipenuhi bambu, hiduplah angka empat yang selalu bersedih. “Huhuhu… semua menganggap aku angka sial. Nggak ada yang mau bersahabat denganku.” Seekor lalat yang sedang tidur siang merasa terganggu mendengar ratapan itu. Ia pun terbang menghampiri angka empat. “Kerjaanmu cuma meratap sepanjang hari. Bagaimana kamu bisa dapat sahabat?” Angka empat mencari-cari siapa yang bicara dan menemukan Pak Lalat yang mungil terbang lalu lalang di hadapannya. “Huhuhu… Pasti Pak Lalat bukan dari daerah sini. Biar aku tunjukkan pada Bapak kalau emang nggak ada yang mau bersahabat denganku.” Angka empat mendekati segerombolan kupu-kupu yang terbang di atas rerumputan penuh bunga. “Kupu-kupu, apa aku boleh main bareng?” Melihat angka empat, kupu-kupu langsung menjerit ketakutan dan berlarian. Bukan hanya itu, bunga-bunga pun langsung menguncup. Rerumputan juga langsung menundukkan kepalanya.
…
“Huhuhu… sudah kubilang kalau semua takut padaku. Huhuhuhu…” Lalat menjadi iba pada angka empat. “Konyol sekali, konyol! Kenapa mereka bisa percaya angka empat itu pembawa sial?” Mendengar perkataan itu, angka empat menghentikan tangisnya. “Jadi Pak Lalat nggak percaya aku pembawa sial? Kalau gitu Pak Lalat aja yang jadi sahabatku.” “Hhh… aku mau jadi sahabatmu, tapi sayang aku nggak bisa tinggal di sini. Hhh…” Suasana kembali jadi sendu. Tapi tiba-tiba lalat melompat karena mendapatkan ide cemerlang. “Aha! Bagaimana kalau kamu ikut pulang ke negeriku! Di daerah asalku nggak ada yang takut sama angka empat. Kamu pasti bisa dapat banyak sahabat.” Tanpa panjang pikir, angka empat langsung setuju.
…
Negeri asal lalat sangat jauh. Mereka harus melewati samudra yang luas. Karena angka empat tidak bisa terbang, lalat mengajak angka empat menumpang di sebuah kapal pesiar. Mereka berdua bersembunyi di balik tiang kapal yang besar. Sayang seorang anak kecil yang tengah berlari-lari terjatuh dan tidak sengaja memergoki keberadaan angka empat. “Ada angka empat di atas kapal!!!!” Anak kecil itu menjerit histeris. Seketika ribuan penumpang dalam kapal ikut histeris. “Ada angka empat!” “Angka empat ada di atas kapal!” “Angka empat! Kaburrrr!” Ribuan orang termasuk nahkoda terjun ke lautan lepas. Kapal pesiar megah itu menjadi lengang. Hanya tersisa angka empat dan lalat. “Apa kamu bisa mengemudi kapal?” tanya Pak lalat. Angka empat menggeleng-gelengkan kepala dengan sedih.
…
Lalat tidak kehabisan akal. “Kamu bisa minta tolong pada ikan-ikan untuk mengantarmu.” “Nggak mungkin. Ikan-ikan juga takut padaku,” jawab angka empat sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalat yang cerdik tidak menyerah. Ia membuat kostum berbentuk kue brownies dari ranting dan dedauan kering, dan menyuruh angka empat mengenakannya. Ide yang briliant. Tidak ada yang mengenali angka empat. Angka empat terjun ke dalam laut, dan menemui sepasang lumba-lumba. “Kak lumba-lumba. Aku mau pergi ke negeri yang sangat jauh. Apa kalian mau mengantarkanku?” Tentu saja lumba-lumba tidak keberatan. Angka empat yang menyamar sebagai kue brownies naik ke punggung lumba-lumba. Lumba-lumba berenang dengan gesit, melompat menembus air, melayang di udara, dan kembali menyelam. Sayang arus air, dan angin yang berhembus telah menghanyutkan kostum yang dikenakan angka empat. Ikan-ikan kecil lah yang pertama kali melihat keberadaan angka empat di laut. “Blup..blup ada angka empat!!!!! Blupppp!!!!” Seketika semua ikan termasuk lumba-lumba mengambil langkah seribu menjauhi angka empat. Lautan jadi hening dan kosong. Sekali lagi usaha angka empat dan lalat gagal.
…
Angka empat sangat putus asa. “Terima kasih sudah mau bantu aku Pak Lalat. Tapi sepertinya aku nggak bisa ikut ke negeri asal Pak Lalat. Selamat tinggal.” Lalat yang sudah kehabisan ide tidak mampu berkata-kata. Angka empat yang terus menundukkan kepala beranjak pergi. Ia tidak melihat ada batu di depannya, dan jatuh tersandung batu itu. Angka empat jatuh dalam posisi terbalik. Lalat yang melihat kejadian itu, tiba-tiba mendapatkan ide. “Empat! Aku punya ide cemerlang! Kali ini pasti kita berhasil!”
…
Sekali lagi angka empat dan lalat mendekati dermaga tempat kapal pesiar berlabuh. Mereka mengintai dari balik pohon kelapa. Lalat melihat pasangan kakek nenek yang mengantri untuk naik ke atas kapal. Segera ia berbisik pada angka empat.
…
Dalam keadaan terbalik, angka empat susah payah berjalan mendekati kakek nenek itu. “Nenek, nenek pasti capek berdiri terus. Duduklah di atas aku, Nek.” Nenek tersenyum pada angka empat terbalik yang ia lihat sebagai kursi. Nenek pun dengan senang hati duduk di atasnya. Tidak ada yang ketakutan pada angka empat, karena semua orang mengira ia adalah kursi. Ketika kakek nenek itu akan menaiki kapal, angka empat terbalik kembali berkata pada nenek, “Nek, bawa aja aku, jadi nenek bisa duduk kapan pun nenek mau.” “Ah, kamu baik sekali. Baiklah aku akan membawamu.” Ya, kali ini rencana lalat berhasil. Angka empat berhasil naik ke atas kapal tanpa membuat penumpang lain ketakutan.
…
Hari demi hari terus berlalu. Angka empat ditemani lalat masih berpura-pura menjadi kursi. Tiba-tiba lalat bersorak kegirangan. Ia menunjukkan daratan yang sudah tampak di hadapan mereka. Akhirnya angka empat sampai ke negeri impian.
…
Negeri itu dipenuhi orang-orang yang berambut pirang, bermata biru, dan suka sekali makan roti yang ditumpuk-tumpuk sampai tinggi. Di negeri itulah angka empat merasakan hidup yang ia mau. Tidak ada yang menganggapnya angka yang membawa sial. Tidak ada yang takut dan menjauhi dirinya. Bukan hanya bersahabat dengan lalat, kini angka empat punya banyak sekali sahabat yang membuatnya gembira.
hahaha! ngakak membayangkan empat headstand demi itu smua.
Negeri barunya itu negeri belanda ya? He3…sekali baca tiba-tiba muncul kata “Belanda.”
Pasti negeri asalnya, negeri China, yang anti angka 4 karena homofon dengan kata “mati.”
Kalau ada tetraloginya, bisa jadi angka empat akan mencari saudaranya si angka2 lain mengarungi dunia :p
Nice!
Btw kenapa lalat sh jadi tokoh yang baik hati?
Hehehe klo soal kenapa lalat?
Ga ada alasan khusus sih… Bosan aja sama burung yang cantik n lucu. Kupu2 jg ga mungkin.
Trus mungkin karena lalat itu kecil dan invisible. Plus jarang yang pake karakter lalat. N pengen menampilkan sisi lalat yg laen –> ga selalu bodoh n jorok dll (hahaha mulai lebay)
Yaaay!! Angka empat hidup bahagia! Tapi karena bersama lalat, angka empat kena thypus dan biarpun dia tahu penyebab dia sakit adalah lalat, sahabat pertamanya, dia tidak mau meninggalkan si lalat. Sampai akhirnya lalat yg berkorban meninggalkan angka 4. Lalat yg kelelahan mengistirahatkan sayap mungilnya di suatu meja. “Plak!” Pemilik meja itu meneplak si lalat. Itulah akhir dari hidupya.. Hahahaha tetep jadi surem! Btw, aku suka sekali, Ngel. Kebayang peruangan si angka empat dan lalat. Actionnya banyak dan penyelesaiannya lucu 🙂