“Tapi Ibu kan sudah janji.” Teriakan Satrio memecah keheningan siang hari. “Maaf Sat… Ibu kecopetan.” “Kalo nggak jadi beli, besok di sekolah aku pakai kostum pahlawan super apa?” Satrio berteriak putus asa. “Maaf ya Sat. Tapi ibu benar-benar nggak punya uang. Semua uang belanja bulan ini dan bulan depan hilang.” Ibu memandang Satrio sedih dan kemudian menundukkan kepalanya. Melihat keadaan ibu, bahkan Satrio sanggup merengek lagi. Walau masih kecil, Satrio mengerti kesulitan ibunya yang harus berjuang sendiri setelah kematian bapak.
…
Sore itu Satrio termenung di depan rumah. “Aku nggak mau sekolah besok,” gumam Satrio. “Kamu nggak boleh bolos Sat.” Satrio terlonjak kaget mendengar suara ibu. Ia tidak sadar ibu sudah berada di sampingnya. “Tapi teman-teman pasti ngejek aku Bu. Semua bakal pake kostum pahlawan super,” rengek Satrio. “Ibu tau makanya Ibu sudah bikinin kostum pahlawan super buat kamu.” Ibu menunjukkan sebuah kaos putih yang telah ditambahkan jubah di belakang. Jubah itu berasal dari bendera merah putih bekas yang sudah usang. Di tengah kaos itu dtempel simbol merah putih dari perca kain. “Nah buat celananya kamu bisa pake seragam SD kamu.” “Tapi Bu, itu kan bukan kostum pahlawan super mana pun.” Jawaban Satrio tidak menyurutkan semangat ibu. “Ini pahlawan super dari Indonesia. Namanya Super Merah Putih!” Sebenarnya Satrio tidak suka melihat kostum itu, tapi ia tidak mau mengecewakan ibunya.
…
Keesokan paginya, Satrio malas sekali ke sekolah. Satrio berpura-pura pusing dan tidak enak badan. Tapi ibu terlalu pintar untuk dibohongi. Akhirnya mau tidak mau Satrio berangkat ke sekolah. Tanpa sepengetahuan ibu, Satrio meninggalkan kostum super merah putih-nya di rumah. Satrio sudah memutuskan lebih baik tidak mengenakan kostum sama sekali dari pada mengenakan kostum yang jelek itu.
…
Sebentar lagi Satrio sampai di sekolah. “Sat! Satrio!” Sayup-sayup ia dengar namanya dipanggil. Satrio menoleh dan melihat ibunya berlari dan bermandikan keringat sambil mengacung-acungkan sebuah kantong kresek. “Kostummu ketinggalan Sat!” Teriak ibu lagi. Dengan berat hati Satrio menerima kostum itu dan mengucapkan terimakasih pada ibu. Sebelum beranjak pergi, ibu memandang Satrio tajam. “Sat… maaf kalo ibu nggak bisa menuhin janji beliin kostum spiderman ya. Kalo kamu mutusin nggak mau pake kostum buatan ibu ini, nggak apa-apa kok. Ibu nggak marah asal kamu nggak bolos sekolah.” Ah, betapa terharunya Satrio mendengar perkataan ibu.
…
Seusai upacara bendera, semua murid kelas tiga berganti kostum pahlawan super masing-masing. Ada spiderman, batman, sailormoon, power ranger dan masih banyak lagi. Mereka berbaris di belakang panggung aula sekolah. Nama mereka akan dipanggil satu persatu untuk menunjukkan kostum dan aksinya. “Sat kok belum ganti baju? Kamu pakai kostum pahlawan super apa?” “Nanti… aku kan giliran terakhir,” jawab Satrio perlahan.
…
Satu persatu teman mulai dipanggil ke atas panggung. “Sailor Moon, dengan kekuatan bulan akan menghukummu!” Salah seorang teman Satrio yang mengenakan kostum Sailor Moon beraksi di atas panggung. Giliran Satrio makin dekat. Ia hampir memutuskan tidak mengenakan kostum super merah putihnya ketika teringat wajah ibu yang bermandikan keringat untuk mengantarkan kostum itu.
…
“Satrio!” Namanya dipanggil. Masih penuh keraguan Satrio menggunakan kostum super merah putih naik ke atas panggung. “Super Merah Putih! Atas nama bendera merah putih siap berjuang menolong yang membutuhkan!” teriak Satrio sambil menutup mata agar keberaniannya terkumpul. “Kostum pahlawan super apa itu?” “Itu bukan kostum pahlawan super.” “Itu kan bendera bekas!” Terdengar teriakan dari beberapa orang temannya. Satrio berdiri mematung sambil menundukkan kepalanya karena malu. Para guru segera menenangkan murid-murid.
…
Saking malunya, Satrio berlari hendak turun panggung saat melihat ibu penjaga kantin kehilangan keseimbangan dan setumpuk kardus yang dibawanya akan jatuh. Secara refleks Satrio melompat dari atas panggung, dan berlari ke arah ibu penjaga kantin. Dengan sigap ia menangkap kardus-kardus yang berisi kue-kue untuk kudapan siang itu. Kue-kue berhasil terselamatkan. Semua bengong melihat aksi Satrio yang tangkas dan menakjubkan. Tanpa dikomando, semua bertepuk tangan mengelu-elukan Satrio. “Satrio!” “Super Merah Putih!” “Super Merah Putih beraksi!” “Super Merah Putih hebat!!”
…
Sekali lagi Satrio diberi kesempatan naik ke atas panggung. Kali ini dengan penuh percaya diri Satrio mengarang suatu gerakan dan berteriak, “Super merah putih! Atas nama bendera merah putih siap berjuang menolong yang membutuhkan!” Sekali lagi tepuk tangan membahana. Satrio memenangkan lomba kostum dan aksi pahlawan super. Sepulang sekolah, Satrio mempersembahkan hadiah yang didapatnya untuk ibu. Tidak lupa ia berterimakasih pada ibu tersayangnya.
Dengan kekuatan bulan, Superbabay akan memberi komen… yang gak penting… seperti biasa hahaha..
Bagus, Ngel. Loe konsisten banget bikin cerita anak-anak. Ini bener-bener nggambarin masalah yang sering terjadi dunia anak-anak yang pengennya dapet barang baru, nyamain temennya dll. Endingnya juga manis. Anaknya inisiatif dan reaktif banget. Langsung nolongin gitu.
Sebetulnya sih, di situ nurut gue agak miss-nya… soalnya gak kebayang si anak bisa bergerak secepet itu. Soalnya dia sempet lompat dulu, lari, baru nangkep. Sementara kejadian jatuh kan biasanya cepet banget. Ataukah itu sengaja buat nunjukin bahwa si anak sebetulnya kena radiasi meteorit jatuh di deket peternakannya dan jadi superhuman beneran??
standar? manis gini.
klo masalah gerak cepat tinggal dirubah aja misal si ibu kantin nya mau bagi” kue ke atas panggung, pas naik tangga kepleset jatoh or something” like that.
@ babay : tq masukannya! Bener sih bay… 🙂
@dongeng dennis : Tq buat problem solvingnya!!! 🙂