Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘hewan’

Pada suatu masa di daerah terhijau bumi hiduplah peri-peri mungil yang bersinar dengan sangat cantik. Di pagi buta dengan iringan kicauan burung mereka bekerja sambil menari dan bernyanyi. Bubur ajaib mereka taburkan agar bunga-bunga mekar, dedaunan dan rerumputan berwarna hijau pekat, para hewan tetap sehat dan berkembang biak. Di malam hari, dengan penerangan sinar bulan yang sebulat bola, mereka selalu mengadakan pesta, menari, bernyanyi memuji keindahan bulan. Nyanyian mereka adalah pupuk yang paling subur bagi seluruh makhluk hutan. Namun sayang itu semua tinggallah kenangan yang diceritakan nenek peri kepada ketiga cucunya, Belle, Florelle, dan Aurelle. Ketiga peri muda itu terperangah mendengar cerita nenek. Belum pernah mereka mendengar cerita seindah itu.

Belle, Florelle dan Aurelle pulang dari rumah nenek, menyusuri hutan tepat tengah malam. Mereka masih terbayang-bayang cerita nenek, kehidupan para peri yang 180 derajat berbeda dengan yang mereka jalani. Kini para peri sudah melupakan kebiasaan berpesta, bernyanyi dan menari. Yang mereka ketahui hanya bekerja, bekerja dan bekerja menabur bubuk agar mendapatkan tiket untuk membeli barang-barang mewah. Tidak ada lagi kesenangan maupun senyuman. Perkotaan peri pun sudah dibangun, lengkap dengan gedung-gedung bertingkat mungil, rumah mewah mungil bahkan apartemen mungil. Tidak ada yang menyadari bahwa para peri telah kehilangan sinar karena mereka membeli bubuk ajaib berkilau. Tidak ada pula yang menyadari bahwa makin lama wajah mereka seram dipenuhi kerutan karena mereka membeli bedak cantik, dan baju-baju mahal untuk menutupi kulit mereka. Kehidupan hutan pun tak lagi sama. Tidak ada daun maupun rumput yang sehijau dulu, bunga-bunga malas bermekaran, hewan-hewan pun menjadi sering berkelahi karena mereka telah kehilangan nyanyian menenangkan para peri.

Di tengah hutan, Belle mendongak ke atas. Ia melihat bulan yang berbentuk bulat sempurna memancarkan sinar indahnya. Belle teringat akan pesta bulan yang nenek ceritakan.

“Yuk, kita bertiga adakan pesta bulan!”

Ajakan Belle disambut anggukan kompak kedua saudaranya.

“Bulan bundar, terang bersinar. Hatiku berpendar, terbang berlayar di awang-awang. Bulan, oh bulan.”

Belle, Aurelle dan Florelle menyanyikan lagu pertama mereka yang barusan diajarkan nenek. Tidak pernah mereka merasa sehidup dan segembira itu. Seakan kecanduan mereka ingin bernyanyi, bernyanyi dan bernyanyi lagi. Senyuman dan bahkan gelak tawa terdengar memenuhi udara.

Malam itu di bawah sinar bulan purnama, ketiga peri muda berjanji untuk selalu bernyanyi, menari dan mengadakan pesta bulan. Tidak pernah hati mereka terasa sehangat itu.

Hari sesudah itu, di mana pun, kapan pun dan apa pun yang dilakukan Belle, Florelle, Aurelle selalu dibarengi dengan bernyanyi, menari dan diselingi gelak tawa. Peri-peri lain, terutama para tetua memandang mereka dengan tatapan aneh. “Pemalas!” “Cuma mau bersenang-senang!” “Tidak serius bekerja!” Dan masih banyak lagi julukan yang para peri berikan untuk ketiga peri muda itu. Belle, Florelle dan Aurelle sedih sekali dengan perlakuan para peri tapi tidak ada yang bisa menghentikan mereka untuk menari dan bernyanyi.

Hari demi hari berlalu, ketiga peri muda makin dijauhi. Bahkan kini tidak ada yang mau memberi pekerjaan karena cap buruk pada ketiganya. Sungguh malang nasib Belle, Florelle dan Aurelle. Tapi entah kenapa walaupun sedih, hati ketiganya tetap hangat dan bisa merasakan kebahagiaan. Kini mereka makan madu dari bunga, bukan lagi kue madu ataupun makanan mewah di toko. Baju pun dijahit dari sumbangan suka rela kelopak para bunga yang gembira mendengar nyanyian mereka. Tidak ada lagi bubuk ajaib berkilau ataupun bedak cantik yang digunakan. Namun anehnya, dari hari ke hari tubuh mereka makin berkilau, kulit mereka pun semulus mutiara. Perlahan mereka bertiga berubah menjadi peri yang sangat cantik, melebihi kecantikan peri terkaya. Nyanyian, tarian, senyuman dan gelak tawa ternyata adalah bubuk ajaib termujarab untuk menjadi cantik. Bukannya senang melihat kecantikan Belle, Aurelle, dan Florelle, para peri malah menjadi iri dan menuduh mereka bersahabat dengan penyihir hitam.

Suatu hari tidak seperti biasanya, langit berwarna kelabu hampir mendekati hitam. Angin bertiup dengan kencang sekali. Para peri segera mengambil ranting-ranting dan daun-daun lebar untuk melindungi kota mereka. Sementara itu Belle, Aurelle dan Florelle bersembunyi di dalam rumah pohon para tupai yang sangat kokoh dan terlindung. Hanya selang beberapa menit, langit meneteskan air matanya. Seperti sedang menangis meraung-raung, air tumpah dengan derasnya dari langit. Petir menyambar-nyambar dan guntur terus bergemuruh. Para peri yang bersembunyi dalam rumah, maupun apartemen sangat khawatir. Angin yang kencang mulai memporak-porandakan kota peri. Semuanya hancur. Peri-peri melarikan diri secepat mungkin dan berusaha mencari tempat persembunyian.

Belle, Aurelle, dan Florelle mengintip keadaan di luar dari sebuah lubang kecil. Sayup-sayup mereka mendengar teriakan ketakutan para peri. Ketiga peri muda itu tahu bahwa para peri sedang dalam bahaya. Setelah memohon bantuan, para tupai, tikus tanah dan hewan lain pun bersedia memberikan tumpangan tempat persembunyian. Di dalam rumah pohon, tanah, rumah buah, para peri besembunyi. Sejam, dua jam atau entah berapa lama waktu berlalu akhirnya badai itu pun berlalu.

Para peri keluar dari persembunyian dan menemukan kota mereka telah hancur lebur. Tidak ada satupun yang terselamatkan. Para peri sangat berduka. Segala pakaian mewah, rumah, kendaaraan daun terbang, bubuk untuk mempercantik diri musnah. Mereka saling menatap satu sama lain, dan menjerit ketakutan melihat wujud asli mereka. Wajah dan kulit mereka dipenuhi kerutan, tubuh mereka sekusam debu. Mereka tidak tampak seperti peri melainkan monster buruk rupa. Hutan itu kembali dibajiri tangisan, tapi kali ini yang menangis adalah para peri.

Belle, Aurelle, dan Florelle datang untuk memberikan semangat dan menghibur para peri. Dalam suasana duka, semua peri sangat berterimakasih atas bantuan ketiga peri muda tersebut, hewan, pepohonan dan semua makhluk hutan. Mereka malu sekali telah bersikap jahat pada Belle, Aurelle, Florelle. Para peri tidak bosan-bosannya memandang mereka bertiga. Betapa cantik dan bersinar tubuh ketiga peri muda itu.

“Apa rahasia kecantikan kalian?” tanya tetua peri.

“Senandung merdu memenuhi kalbu. Melayang di langit biru. Putar…Putar…Putar…, gemulai gerakkan tubuh,” Belle, Aurelle dan Florelle menjawab pertanyaan tetua dengan bernyanyi dan menari.

Para peri tertegun melihat mereka. Tanpa semua kesibukan yang menyita pikiran, mereka bisa merasakan keindahan nyanyian itu. Dan tanpa disadari, para peri mulai ikut menggerakkan tubuh mereka, dan perlahan ikut bernyanyi. Seolah keajaiban telah terjadi, nyanyian para peri bergema ke seluruh penjuru hutan. Hewan-hewan pun ikut memainkan musik mengiringi mereka. Bunga, rumput dan pohon bergoyang menari. Dan tiba-tiba dari balik awan kelabu, bulan purnama pun menampakkan wujudnya.

Dipimpin oleh Aurelle, Belle, dan Florelle, para peri mengadakan perjanjian untuk tidak pernah lupa bernyanyi, menari dan mengadakan pesta bulan.

“Bulan bundar, terang bersinar. Hatiku berpendar, terbang berlayar di awang-awang. Bulan, oh bulan.”

Untuk pertama kalinya setelah beratus tahun, para peri kembali mengadakan pesta bulan. Untuk pertama kalinya pula mereka kembali tersenyum dan tertawa. Walaupun tanpa kemewahan, kebahagiaan telah kembali ke hutan tersebut.

Read Full Post »